Minggu, 28 Mei 2017

Bedah Sumut KAJI Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi (Bag I): Guru Honor SMAN I Medan itu Keluhkan Gaji




Laporan Budiman Pardede
(BAGIAN I)
Diskusi Tantangan & Peluang Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi
"Guru Honor SMAN I Medan itu Keluhkan Gaji dan Aktivitas Mengajar"

ADA yang menarik saat Komunitas Aksi Jurnalis Independen (KAJI) Unit DPRD Sumut menggelar Panel Diskusi Bedah Sumut bertajuk pengalihan SMA/SMK Negeri ke Provinsi akibat dampak UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Sabtu sore (20/5/2017) di Aula Martabe kantor Gubsu Jalan Diponegoro Medan. Pasalnya, penceramah seperti Joster Manalu, STh, salah seorang guru honor SMAN I Medan, mengungkapkan keluhan terbatasnya aktivitas mengajar, kerap menganggur dan honor mengajar tidak jelas lagi.  

Panel Diskusi dipandu Ketua KAJI Unit DPRD Sumut Budiman Pardede, S.Sos selaku Moderator dan dihadiri 8 penceramah Bedah Sumut diantaranya: Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi (Pemerhati Pendidikan), Drs Hasan Basri, MM (Kadis Pendidikan Medan), Prof H Aldwin Surya, SE, MPd, PhD (Dewan Pendidikan Sumut), James Siagian (Dinas Pendidikan Sumut), Drs Abdul Rahman Siregar (Ketua PGRI Sumut), Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut H Syamsul Qodri Marpaung, Lc (mewakili Ketua DPRD Sumut), Joster Manalu, STh (Guru Honor SMAN I Medan) serta pembanding Yonge LV Sihombing, SE, MBA.

Guru Honor Terancam Tidak Sejahtera

Di hadapan semua penceramah dan ratusan peserta, Joster Manalu membeberkan, saat ini para guru honor khususnya jenjang SMA/SMK Negeri terancam tidak sejahtera. Terlebih setelah adanya larangan pemungutan uang komite hingga adanya UU 23/2014 yang  mengatur pengalihan pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi. Dia pun mengaku kecewa sejak diterapkannya aturan tersebut per Januari 2017. "Guru honor yang kerja di SMAN I diberikan upah sebesar Rp. 50.000/satu jam pelajaran. Dalam sebulan saya memiliki jatah mengajar 21 jam. Sehingga dalam kalkulasi 30 hari, saya menghasilkan uang sebesar Rp. 1.050.000/bulan," ungkap Joster. Biasanya, lanjut dia lagi, penggajian para guru honor diambil dari dana komite. Tapi sejak ada kecurigaan terjadinya kecurangan dalam penyalahgunaan pengutipan uang komite, akhirnya muncul pelarangan pemerintah. "Sekarang saya kebingungan menafkahi keluarga," tegas pria 1 istri dan 4 anak tersebut. Terlebih, ada kebutuhan lain seperti biaya pendidikan ke-4 anaknya. Mau tak mau, Joster harus melakukan pinjaman ke berbagai pihak untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pengalihan pengelolaan SMA/SMK ke Provinsi disebutnya menambah beban baru sebab membuat penggajian guru honor SMA/SMK menjadi tidak menentu. Joster berharap, Pemerintah Provinsi Sumut khususnya Dinas Pendidikan bijak meneyelesaikan persoalan yang menyangkut nasib para guru honor. "Bertambahnya jumlah guru honor di Sumatera Utara bukanlah disengaja melainkan sudah menjadi kebutuhan sekolah terhadap tenaga pendidik. GImana generasi kita maju bila kesejahteraan tenaga pendidik tidak jelas," keluh Joster, seraya memastikan, aktivitas mengajar siswa didik cenderung didominasi guru honor dibanding guru ASN/PNS. (****)

0 komentar:

Posting Komentar